Payment for Environmental Service (PES) secara popular diterjemahkan dengan ‘Pembayaran Jasa Lingkungan’. Terjemahan ini sepertinya kurang pas karena dalam PES, tidak ada atau belum jelas bagaimana yang dimaksud dengan pemberian ‘pembayaran’ secara langsung dari penerima manfaat jasa kepada penyedia jasa. Untuk selanjutnya, dalam tulisan ini istilah PES atau Pembayaran Jasa Lingkungan akan diganti dengan memakai istilah ‘Kompensasi Jasa Lingkungan (KJL).
PES sebagai sebuah pendekatan dalam konservasi lingkungan muncul karena adanya kegagalan dalam implementasi berbagai kebijakan konservasi yang bersifat top-down maupun bottom up. Kegagalan ini secara umum terjadi karena tidak adanya pertimbangan yang matang atas Manfaat langsung dari sebuah projek konservasi bagi masyarakat sekitar. Dalam pendekatan PES, PENERIMA jasa lingkungan, seperti air dan keindahan alam, memberikan KOMPENSASI maupun produk non-finansial (bukan uang) kepada PENYEDIA jasa. Produk non-finansial ini seperti jaminan ketersediaan pasar dan lahan, fasilitas publik dan infrastruktur.
Alasan PES sebagai pendekatan yang menjanjikan dalam program konservasi
Ada beberapa alasan yang dimunculkan oleh pendukung PES:
1. PES didesign dengan berbasis pada KESEPAKATAN KONTRAK antara penerima jasa dengan penyedia jasa. Kontrak bersifat langsung, sukarela, dan fleksible.
2. PES didesign untuk mengasilkan sumber keuangan mandiri dimana penerima jasa akan memberikan pembayaran dari dana sendiri. Bayaran ini bersifat conditional (tergantung keberlanjutan kualitas dan kuantitas atas jasa lingkungan yang disepakati)
3. Pendekatan PES bersifat lebih LANGSUNG dibandingkan pendekatan yang telah duluan diimplementasikan diberbagai lokasi proyek konservasi. Salah satu pendekatan ini adalah Integrated Conservation and Development Program (program konservasi dan pembangunan terpadu) yang pernah diimplementasikan di Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh oleh Unit Manajemen L euser tahun 1990-an sampai 2004.
4. PES lebih fleksible dari pada paket kegiatan yang bersifat ‘ perintah dan pengendalian’ ataupun kebijakan pada kawasan lindung.
Keterbatasan PES
Sebagai sebuah pendekatan, PES tidak dapat berdiri sendiri dan dilaksanakan secara ekslusif. Implementasi sebuah program PES memerlukan dukungan regulasi dan pendekatan-pendekatan lain.
Persayaratan agar PES dapat berjalan
1. Ada mekanisme yang jelas antara SUPPLY dan DEMAND atas jasa lingkungan. Persyaratan ini meliputi:
* Ada pasar yang jelas. Pasar merupakan tempat bertemunya PERMINTAAN dan PENAWARAN. Keberadaan PASAR jasa lingkungan ini dapat dirunut dengan identifikasi ataupun study keberadaan peminat dan penyedia. Keberadaan PEMINAT jauh lebih penting dari pada PENYEDIA.
* Cakupan wilayah dan skala pelayanan. Hal krusial adalah isu seberapa luas sumberdaya lingkungan yang ada dan seberapa luas jasa ataupun pelayanan lingkungan yang diberikan. Bagaimana tata waktu service yang diberikan. Apakah sepanjang tahun? Berdasarkan musim? Langsung saat sebuah proyek dilaksanakan atau 2-4 tahun kemudian?
2. Dukungan Pengambil Keputusan Puncak
* Pengambil keputusan puncak (top decision maker) dapat berupa Bupati / walikota (untuk kabupaten/kota, Gubernur untuk tingkat provinsi, maupun Menteri terkait. Dukungan yang ada harus diwujudkan dengan sebuah regulasi kebijakan.
3. Dukungan Organisasi Perantara
* Organisasi perantaradapat berupa NGO, lembaga lingkungan di bawah PBB, maupun lembaga riset. Lembaga perantara memainkan peran utama sebagai agen penelitian, monitoring, dan kampanye untuk mencari PEMBELI.
PES dan masyarakat miskin.
Isu konservasi lingkungan seringkali berbenturan dengan isu kemiskinan masyarakat sekitar. Unuk itu, agar PES dapat berhasil, maka perlu:
1. Memenuhi 3 prasyarat di atas
2. Adanya PEMBAYARAN yang NYATA (cash) bagi masyarakat sekitar.
3. Adanya MANFAAT TIDAK LANGSUNG bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin.
0 comments:
Posting Komentar