Pengantar singkat
Deforestasi merupakan salah satu pemicu utama perubahan iklim selain peningkatan penggunaan minyak bumi, batubara, bahan fosil lainnya serta polusi yang selama ini terjadi di negara maju dan negara berkembang. Diperkirakan sekitar 18 persen dari emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari deforestasi dan degradasi hutan, merupakan penyebab kedua setelah sektor energi.
Isu pengelolaan iklim internasional menganggap perlu memasukkan mekanisme skenario untuk ’pengurangan emisi’ dari deforestasi dan degradasi hutan di negara-negara berkembang (Reducing Emissions from Deforestasion and Forest Degradasion in developing countries; REDD)
Istilah Deforestasi dan Degradasi hutan sering digunakan terbalik-balik. Sebagai acuan, Deforestasi adalah berubahnya tutupan lahan hutan menjadi ’bukan hutan’ atau alih fungsi secara permanen. Misal, konversi hutan menjadi kebun rakyat, kebun sawit, pemukiman. Sementara ’Degradasi Hutan’ adalah penurunan kualitas tutupan hutan, sementara kondisinya tetap sebagai hutan.
Kesiapan Tata-kelola (Governance) REDD untuk Program Rintisan – Kemitraan.
Proses umum prosedur REDD;
- Menetapkan kesepakatan tentang ‘definisi hutan’ secara ekologi, dan hukum)
- Menetapan lingkup rujukan, termasuk termasuk Perumusan rona-awal (baseline): (1) luas hutan (nasional); (2) rasio luas hutan daerah vs. nasional; (3) laju deforestasi dengan tahun rujukan tertentu; (4) status degradasi hutan; (5) masalah sosial ekonomi penyebab maupun akibat deforestasi; (6) scenario mengatasi masalah pengelolaan.
- Menyusun proposal REDD
Amanah UUPA (Undang - Undang RI No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh
Pasal 149 - Bag. Perencanaan Pembangunan dan Tata Ruang
(1) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan tata ruang, melindungi sumberdaya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan penduduk.
(2) Pemerintah, Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban melindungi, menjaga, memelihara, dan melestarikan Taman Nasional dan kawasan lindung.
(3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengelola kawasan lindung untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekologi.
Pasal 156 - Pengelolaan Sumber Daya Alam
(1) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota mengelola sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan kewenangannya.
(2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasan kegiatan usaha yang dapat berupa eksplorasi, eksploitasi dan budidaya.
(3) Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara, panas bumi, bidang kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan yang dilaksanakan dengan menerapkan prinsip transparansi dan Pembangunan berkelanjutan.
(4) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah Aceh dapat:
a. Membentuk badan usaha milik daerah; dan
b. Melakukan penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Negara.
(5) Kegiatan usaha yang dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, badan usaha swasta lokal, nasional, maupun asing
(6) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) berpedoman pada standar, norma dan prosedur yang ditetapkan Pemerintah
(7) Dalam melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5), pelaksana kegiatan usaha wajib mengikutsertakan sumber daya manusia setempat dan memanfaatkan sumber daya lain yang ada di Aceh.
0 comments:
Posting Komentar