Selasa, 21 Juli 2009

Penanam Mangrove Bekas Sunami: Adakah kesalahan fatal?

Yang pernah ke Banda Aceh selama masa tanggap darurat, tentu punya memory pribadi tentang Aceh dan Lingkungannya. Banda Aceh terkesan seperti kota hantu: tanpa pemerintahan yang jelas, mayat bergelimpangan dengan sampah dan reruntuhan, tanpa fasilitas pelayanan publik, dan aktivitas ekonomi berhenti, penduduk kota berusaha mengungsi ke luar kota.



NGO lingkungan hidup telah cepat bergerak dengan fokus pada rehabilitasi lingkungan. Pendampingan masyarakat dilakukan bersamaan dengan kegiatan reklamasi dan rehabilitasi, khsusnya rehabilitasi mangrove. Setelah setahun tsunami, tercatat sekitar 124 NGO internasional, 430 NGO nasional, lusinan lembaga donor dan organisasi PBB. Institusi pemerintah asing dan militer.

Sejak masa masa itu, kata kata MANGROVE telah menjadi populer di kalangan masyarakat setempat, menggantikan kata kata BAK BANGKA. Di tingkat dunia pun, MANGROVE menjadi pembicaraan hangat sebagai zona alami untuk perlindungan pantai.

Selama masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi, April 2005 - April 2009, kompetisi antar lembaga lingkungan: NGO dan pemerintah terkesan 'sangat ketat'. Bahkan beberapa NGO non lingkungan yang semula tidak mengurusi mangrove, ikut ikutan latah menanam mangrove. Yayasan yang biasa ngurusi gajah sumatera, berpidah main di pantai berlumpur, NGO kesehatan berpindah ke kesehatan pantai, tanam mangrove. Lembaga pemerintah yang menangani pemberdayaan penduduk desa, ikut ikutan ngajak masyarakat bertanam (bukan menanam) mangrove. Semua tertarik dengan mangrove. Dana melimpah 'dibenam ke pantai'

Apa hasilnya?

Evaluasi UNEP setelah delapan belas bulan pasca tsunami, prosen tumbuh bibit mangrove hanya 40 - 60 %. Persentase ini pasti akan jauh lebih kecil saat ini (2009) karena waktu itu bibit masih berumur 1- 2 bulan (belum mencapai umur yang stabil untuk bertahan hidup). Bibit tanpa naungan, ketidaksesuaian jenis dengan lokasi, -pola harian dan bulanan gelombang, kering, jenis media (pasir?, lumpur? berlumpur?) kadar salinitas (muara? pantai?) Download Laporan(UNEP, 2007)

Hingga Maret 2009, berdasarkan survey tidak terstruktur dan diskusi informal, bisa diperkirakan bahwa prosen bertahan hidup (survival rate) mangrove hasil rehabilitasi hanya berertahan sekitar 10%. Menyedihkan.

Mungkin benar alasan yang mengatakan tenaga kerja lokal kurang terlatih, namun bagaimana dengan staf proyek? Designer proyek? Apakah juga tidak terlatih? Bahkan banyak yang expert dengan pengalaman internasional.

Apakah rehabilitasi mangrove hanya berbasih project setelah menjual isu?

0 comments: