Sebelumnya, pengkajian ilmu lingkungan terbatas pada
tataran kajian / bagian dari EKOLOGI, yang mengkaji hubungan antar mahluk hidup
dengan lingkungannya dalam suatu tataran sistem. Variable yang diamati terbatas
pada kelimpahan, distribusi, jumlah biomasa dan jumlah populasi serta derajat
perubahannya baik antar spesies atau di dalam satu Ekosistem.
Namun karenan laju kerusakan sub sistem yang relatif
pesat pada ekosistem, maka diperlukan lompatan kajian yang tidak hanya terbatas
pada aspek biologi, kimia, dan fisika. Diperlukan cakupan kajian yang lebih
luas meliputi aspek kebijakan, ekonomi, dan politik. Skala ruangnya juga
berubah dari ‘lokal ke global’.
Lingkungan merupakan kesatuan ruang dengan segala
komponen yang ada di dalamnya (biotik dan abiotik) berarti termasuk manusia dan
arus energi, yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain dalam sebuah ekosistem. Ini dapat dipakai sebagai sebuah definisi Lingkungan.
Jika bicara dalam konteks ekosistem di Aceh, maka
perilaku pemanfaatan sumberdaya alam di daerah hulu sungai (atau gunung),
katakanlah di Aceh Tengah, seperti kegiatan penambangan, penebangan hutan, dan
pemakain pupuk kimia yang berlebihan, maka dampaknya akan sampai ke wilayah
hilir (Bireuen atau Aceh Utara). Aktivitas penambangan dan penebangan hutan di Pidie, secara
langsung akan menyebabkan debit dan kualitas air sungai Krureng Aceh menjadi
menurun, sehinga kualtias pertanian akan menurun, dan diperukan input energi yang lebih besar jika ingin meningkatkan hasil pertanian (sawah) di Aceh Abesar. Aktivitas industri baik besar maupun kecil di daerah Bireun, ataupun
pertanian tidak ramah lingkungan di pesisir Aceh Utara, akan menyebabkan
timbulnya emisi hasil pembakaran bahan fosil dari pabrik pupuk, dan berdampak terhadap kualitas
udara regional.
Adanya pemusatan aktivitas industri di Lhokseumawe,
akan merangsang terjadinya ekstraksi sumberdaya alam dari daerah / kabupaten
sekitar, menyebabkan intentensitas transportasi meningkat, yang secara langsung
meningkatkan emisi gas rumah kaca dari transportasi. Pemusatan industri juga
merangsang manusia untuk berpindah ke daerah industri, menyebabkan daya dukung
lingkungan menjadi menurun.
Diskriminasi kebijakan pembangunan antar hulu-hilir,
menyebabkan munculnya kecemburuan pembangunan. Daerah dengan potensi sumberdaya
alam tertentu akan melakukan ekstraksi, walau secara ilegal, sehingga
diperlukan satu kebijakan menyangkut insentif dan dis-insentif keberadaan
sumberdaya alam.
Contoh diatas, masih dalam tataran ekosistem di Aceh,
belum lagi jika dikaji dalam cakupan regional Asia, atau dunia. Maka permasalahan lingkungan hidup, tidak dapat hanya
dilihat sebelah mata, atau hanya dari satu sudut pandang kepentingan.
0 comments:
Posting Komentar